Sunday, July 22, 2012


Uji Kompetensi Guru dan Peningkatan Mutu Pendidikan
(Radar Mojokerto, Kamis, 2 Agustus 2012)
Oleh: Abdulloh Syifa’, M. Ed.



 
Mulai Senin, 30 Juli 2012 sampai dengan Jumat, 10 Agustus 2012, secara bergiliran,sebanyak 4.934 guru negeri dan swasta mulai jenjang TK/SD sampai dengan SMA di kabupaten Jombang akan mengikuti kegiatan uji kompetensi guru (UKG). Kegiatan yang dimaksudkan untuk pemetaan penguasaan kompetensi guru ini sempat menjadi kontroversi di kalangan guru. Kegiatan ini dianggap sebagai akal-akalan pemerintah untuk menghentikan tunjangan profesi pendidik (TPP) yang selama ini telah dinikmati para guru. Bahkan, sempat muncul ajakan lewat sms untuk melakukan demonstrasi dan pemboikotan terhadap kegiatan ini.

Namun demikian, setelah ada kejelasan tentang maksud dan tujuan diadakannya kegiatan uji kompetensi guru ini, lambat laun kontroversi itu mereda. Seperti disebutkan dalam buku panduan uji kompetensi guru yang diterbitkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, bahwa kegiatan ini dimaksudkan untuk memetakan penguasaan kompetensi guru, khususnya kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional. Dengan adanya peta kompetensi guru yang valid, diharapkan program-program pengembangan kompetensi guru akan lebih fokus dan efisien. Tidak bisa dipungkiri, pemerintah telah menggerojok dana miliaran rupiah untuk meningkatkan kompetensi guru, namun demikian peningkatannya belum terlihat signifikan.

Kegiatan uji kompetensi guru ini penting karena kegiatan ini diharapkan bisa menjadi salah satu faktor pemicu (triggering factor) peningkatan mutu pendidikan. Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa kompetensi yang akan diujikan adalah kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional dengan proporsi masing-masing 30 persen dan 70 persen. Tanpa menafikan kedua kompetensi yang lain yang harus dimiliki oleh seorang guru, yaitu kompetensi sosial dan kepribadian, kompetensi pedagogik dan profesional adalah kompetensi yang langsung bersentuhan dengan mutu pembelajaran.

Apabila kompetensi guru di dua ranah ini bagus bisa dipastikan bahwa pembelajaran yang diberikan akan bermutu. Guru yang mempunyai kompetensi profesional yang bagus akan menguasai materi yang diajarkannya (subject matter) secara mendetail. Penguasaan subject matter ini penting karena tanpa itu akan banyak terjadi salah konsep dan guru tidak akan mampu melakukan tindakan reflektif untuk memperbaiki proses pembelajarannya, karena dia tidak menguasai content materi yang diajarkannya.

Namun demikian, penguasaan materi saja belumlah cukup, guru juga harus mampu merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswanya, sehingga materi yang disampaikan akan mudah dipahami dan diinternalisasi oleh siswa. Di sini, kompetensi pedagogik akan berperan penting. Tidak jarang kita dapati, guru merasa sudah menyampaikan materi pelajaran dengan susah payah, tapi kenyataannya pemahaman siswa masih sangat lemah. Hal ini terjadi, salah satunya, karena guru tidak mempertimbangkan karakteristik siswa ketika mengajar. Sehingga ada penolakan dari diri siswa. Seperti dikatan Munif Chatib dalam bukunya yang berjudul “Gurunya Manusia”: bahwa hak mengajar itu sebenarnya ada pada murid, dan guru harus merebutnya.

Disamping diharapkan akan menjadi salah satu faktor pemicu peningkatan mutu pendidikan, kegiatan uji kompetensi ini juga penting karena kegiatan ini akan ‘memaksa’ guru untuk belajar dan mengembangkan diri. Tidak bisa dipungkiri, banyak diantara para guru yang telah merasa nyaman dan mapan dengan keadaannya sekarang. Mereka enggan untuk meng-update dirinya dengan metode-metode pembelajaran yang baru, bahkan tidak jarang mereka bisa tertinggal dari muridnya dalam penguasaan subject matter yang diajarkannya. Tentu hal seperti ini tidak boleh terus berlangsung. Seperti dikatakan pakar statistik ITS, Kresnayana Yahya, bahwa salah satu hukum dalam pendidikan mengatakan: if you stop growing today, you stop teaching tomorrow. Jika Anda berhenti berkembang, berhenti meng-update diri hari ini, maka Anda berhenti saja mengajar besok.

Seperti yang dikatakan Mario Teguh, dalam bukunya ‘Guru Super Indonesia’, “Ketulusan untuk menjadikan diri sebagai murid, bisa menjadi sikap yang lebih penting daripada kesediaan menjadi guru.... Guru yang terbaik adalah guru yang ikhlas untuk selamanya menjadi murid.’ Kemauan untuk selalu mengembangkan diri, baik itu yang berkaitan dengan subject matter yang diajarkannya maupun yang berkaitan dengan metode-metode pembelajaran yang mutakhir, akan terpicu dengan adanya kegiatan uji kompetensi guru ini. Memang, kadang perlu motivasi ekstrinsik untuk mengubah diri.

Pada sisi lain, kegiatan uji kompetensi guru ini juga diharapkan akan bisa meningkatkan kepercayaan  masyarakat terhadap harkat dan martabat profesi guru. Kegiatan uji kompetensi guru ini akan menjamin kualitas layanan pendidikan akan selalu dikontrol. Dengan demikian, masyarakat selaku stake holder pendidikan, akan merasa terpenuhi hak-haknya untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas bagi putera-puterinya. Dengan demikian, komentar-komentar minor yang sering dialamatkan kepada guru, misalnya: sudah dapat tunjangan profesi tapi mengajarnya masih memble, diharapkan lambat laun akan berkurang.

Melihat kenyataan di atas, maka, tidak dapat tidak, guru harus bersiap diri mengikuti kegiatan uji kompetensi guru ini. Tidak ada yang perlu ditakutkan, karena sebenarnya materi yang diujikan adalah apa yang telah dilakukan guru sehari-hari di dalam kelas dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Hal ini baru akan menjadi masalah kalau guru selama ini belum melaksanakan kegiatan sehari-hari di kelas sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Dan karena kegiatan ini akan dilaksanakan secara on-line, maka perlu bagi guru untuk membiasakan diri dengan sistim tersebut. Good luck!

Friday, July 20, 2012


Why Not? (1)
Hari itu hari kedua setelah pengumuman penerimaan peserta didik baru. Ada seorang wanita setengah baya, yang nampaknya keturunan cina, datang ke sekolah. Dengan agak terbata-bata dia menyampaikan maksud kedatangannya, “Pak, tolong saya diberi solusi, pegawai saya stress karena anaknya tidak diterima di sekolah ini. Dia stress karena anaknya juga stress.” Aku kaget. Apa iya? “ Dia sangat pengin sekolah di sekolah ini karena katanya sepak bolanya nomor wahid,” lanjutnya.
Penggalan cerita di atas merupakan salah satu kenyataan mengharukan yang sedang dirasakan teman-teman di sekolah saat ini. Pada kegiatan penerimaan peserta didik baru kemarin kami memang mendapatkan jumlah pendaftar yang berlimpah. Dengan demikian kami bisa memperoleh intake siswa yang lebih baik—sesuatu yang sangat diimpikan teman-teman. Hal ini menjadi kenyataan manis karena selama beberapa tahun belakangan sekolah ini sering kekurangan pendaftar, bahkan pernah sampai harus membuka pendaftaran gelombang kedua.
Teman-teman sering mengeluh karena sekolah ini distigma menjadi sekolah kelas dua, muridnya adalah ‘buangan’ dari sekolah lain yang lebih favorit, banyak yang tidak lulus ketika ujian nasional, anaknya nakal-nakal, dan seterusnya dan seterusnya, yang semuanya serba negatif dan membuat minder.
“Kalau kenyataannya seperti itu, lantas apa sikap kita?”, tanyaku kepada teman-teman ketika ngobrol di ruang guru. Banyak komentar yang diberikan oleh teman-teman. Tak jarang komentar yang diberikan hanyalah ekspresi menerima nasib sebagai sekolah yang dipinggirkan oleh stigma yang diberikan masyaarakat. ”Kalau kita menginginkan hasil yang luar biasa, maka harus ada usaha yang luar biasa pula,” kataku mengutip kata-kata Mario Teguh—walau hidup memang tak seindah dan semudah kata-kata Mario Teguh.
Kita harus melakukan sesuatu, kalau kita ingin stigma itu berubah. Kita tidak bisa hanya berdiam diri meratapi nasib. Dalam kitab suci dikatakan bahwa Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum, kalau kaum itu sendiri tidak mau merubahnya. Kalimat-kalimat tadi terus-menerus saya induksikan kepada teman-teman sehingga akhirnya kita punya tekad yang sama: kita harus melakukan sesuatu kalau ingin berubah.
Maka, mulailah dirancang program-program untuk mengkompensasi stigma-stigma negatif yang telah melekat pada sekolah kami. Berdasarkan hasil diskusi dengan teman-teman guru, akhirnya disepakati langkah-langkah yang akan dilakukan untuk mengkompensasi stigma yang pertama—yaitu anggapan masyarakat bahwa sekolah kami adalah sekolah kelas dua dan muridnya adalah ‘buangan’ dari sekolah lain yang lebih favorit. Langkah-langkah yang akan dilakukan adalah: mengenalkan sekolah kepada anak-anak SD/MI di sekitar sekolah, menjalin kemitraan dengan guru-guru SD/MI di sekitar sekolah, dan tidak lupa menjalin kemitraan dengan masyarakat sekitar sekolah.
Kami berasumsi, bahwa anak-anak lulusan SD/MI atau dalam hal ini orang tuanya enggan mendaftar di sekolah kami karena mereka belum tahu dengan sebenarnya sekolah kami. Jadi sekolah perlu membuka diri dan semua warga sekolah haruslah menjadi humas yang baik dari sekolah. Harus ada cara yang membuat orang tahu keadaan kami sekarang. Harus dirancang kegiatan yang menghadirkan sebanyak mungkin anak SD/MI, guru-gurunya, bahkan kalau mungkin orangtuanya ke sekolah kami. Dan kegiatan tersebut harus murah karena sekolah kami hanya mengandalkan pendanaan dari dana BOS. Tanpa pernah meminta sumbangan kepada masyarakat.
Akhirnya, langkah pertama yang disepakati adalah dengan mengadakan kegiatan try-out ujian nasional untuk anak-anak SD/MI di sekitar sekolah. Kegiatan tersebut harus gratis dan berhadiah agar bisa menarik minat sebanyak mungkin siswa. Dan untuk membuat anak-anak SD/MI tertarik dengan sekolah ini, pada saat kegiatan try-out dilaksanakan juga open day sekolah: kami pamerkan semua aktifitas sekolah.
Anak-anak yang ikut ekstra sepakbola dan bola voli, mereka datang dan berlatih dengan pakaian seragam olahraganya yang keren. Yang ikut pramuka, juga mengadakan latihan pramuka. Di ruang serbaguna dipamerkan hasil karya anak-anak, mulai dari lukisan, batik, dan hasil kerajinan yang lain. Kami pamerkan juga alat-alat laboratorium IPA, yang mikroskop-nya bisa juga dicoba-coba oleh anak-anak yang mengunjunginya. Dan tak lupa, diputarkan video kegiatan siswa, mulai dari kegiatan pramuka sampai dengan LDK. Pokoknya hari itu harus menjadi hari yang meriah yang membuat anak-anak itu ingin kembali suatu saat nanti.
Saya dan guru-guru yang kebetulan tidak mendapat tugas mengawasi try-out menyebar  untuk menemani guru pengantar dan orang tua siswa yang ada di lokasi sekolah. Kami ajak mereka ngobrol sambil menjelaskan program-program dan ‘impian’ sekolah. Kami juga mencoba menjaring masukan program-program apa yang harus kami adakan di waktu yang akan datang.
Lantas dari mana dananya? Dari dana BOS jelas tidak bisa. Cari sponsor adalah satu-satunya cara. Tapi, bagaimana bisa menarik sponsor kalau sekolah kita dianggap tidak ‘layak jual’? Kami memutar otak. Mencari celah-celah yang bisa digunakan untuk menarik minat sponsor. Alhamdulillah, kami bisa memanfaatkan link yang ada, apa itu teman penerbit, kursusan, lembaga bimbel, asuransi dan sebagainya yang semuanya punya kerjasama dengan sekolah. Bahkan, ada dari teman guru sendiri yang menjadi sponsor. Alhasil, kegiatan try-out yang kami rancang tersebut berjalan sukses luar biasa. Tidak ada satu kursi pun tersisa.
Melihat kesuksesan kegiatan try-out tersebut kami merasa optimistis bahwa dalam PPDB nanti kami tidak perlu khawatir kekurangan pendaftar. Dan alhamdulillah, kenyataannya memang demikian, bahkan kami kelimpahan banyak pendaftar, hingga lebih dari 140 siswa yang terpaksa tidak bisa tertampung di sekolah kami. The dream comes true, akhirnya mimpi kami untuk memperoleh intake yang bagus menjadi kenyataan. Why not? Mengapa tidak? Kalau ada kemauan pasti ada jalan untuk mencapainya.
Ini adalah awal yang baik, tapi, masih ada program lain yang harus dilaksanakan untuk menjamin keberhasilan ini bukan hanya sebuah kebetulan. Program kemitraan dengan guru-guru SD/MI adalah program kami berikutnya. Kami punya fasilitas ruang komputer dan punya SDM yang bisa membimbing belajar komputer. Kami ingin, suatu saat nanti, kami bisa bersama-sama dengan guru-guru SD/MI di sekitar sekolah belajar komputer bersama. Kami ingin berbagi trik-trik mengajar untuk menyiapkan anak-anak menghadapi ujian nasionalnya. Kami ingin keberadaan sekolah kami benar-benar menebar banyak manfaat. Kami juga ingin masyarakat sekitar juga merasakan manfaat keberadaan sekolah kami di lingkungannya. Ini tentu bukan pekerjaan yang mudah, tapi why not?
Mungkin sampai di sini dulu share saya kali ini. Pada bagian berikutnya, kami nanti ingin berbagi, bagaimana usaha kami mengkompensasi stigma yang kedua: banyak yang tidak lulus ketika ujian nasional!

Saturday, March 31, 2012

KISAH NYONYA THOMPSON (Cerita dari sebuah milist)



Namanya Ny. Thompson. Ia berdiri di depan ruang kelas 5 pada hari pertama tahun pengajaran dan berbohong kepada murid-muridnya.

Seperti kebanyakan pengajar, ia memandang ke seluruh murid dan berkata bahwa ia memperhatikan seluruh murid dengan adil.

Tetapi hal itu tidak mungkin, karena di barisan depan ada seorang anak yang duduk dengan menggelesot. Namanya Teddy Stoddard.

Ny. Thompson sudah mengawasi Teddy setahun sebelumnya dan ia memperhatikan bahwa dia tidak bisa bermain dengan baik dengan anak-anak yang lain karena bajunya
morat marit dan terlihat selalu perlu untuk dimandikan. Dan Teddy bisa jadi tidak suka.

Itu semua mendapat penilaian, di mana Ny.Thompson kenyataannya akan memberikan tanda khusus di laporan Teddy dengan tinta merah besar, membuat X tebal dan memberi tanda F besar di atas kertas laporan Teddy.

Di sekolah tempat Ny.Thompson mengajar, ia diminta
untuk melihat ulang catatan murid-muridnya di tahun sebelumnya, dan ia membiarkan cacatan Teddy di
giliran terakhir. Saat membaca catatan Teddy ia terkejut.

Guru kelas satu Teddy menulis,Teddy adalah anak yang cemerlang dan ceria. Ia mengerjakan perkerjaannya dengan rapi dan memiliki hal-hal yang baik.Ia membawa kegembiraan bagi sekitarnya.

Guru kelas duanya menulis, Teddy adalah murid yang sempurna, sangat disukai oleh seluruh temannya, tetapi ia terganggu karena ibunya sakit stroke dan untuk tinggal di rumah adalah suatu perjuangan bagi Teddy.

Guru kelas tiganya menulis, Ia mendengar kematian ibunya. Ia berusaha untuk melakukan yang terbaik, tetapi ayahnya tidak menunjukkan ketertarikannya dan
kehidupan di rumah akan segera mempengaruhinya jika tidak ada langkah-langkah yang dilakukan.

Guru kelas empat Teddy menulis, Teddy menjadi mundur dan tidak tertarik ke sekolah. Ia tidak punya banyak teman dan terkadang tertidur di kelas.

Setelah itu, Ny. Thompson menyadari masalahnya dan dia malu terhadap dirinya sendiri. Ia merasa tidak enak ketika murid-muridnya membawa hadiah natal, dibungkus dengan pita-pita yang indah dan kertasyang menyala, kecuali pemberian Teddy. Hadiah dari Teddy kumal bentuknya dan dibungkus dengan kertas coklat yang diambil dari tas belanja.

Ny.Thompson dengan terharu membuka kado Tedy ditengah-tengah kado yang lain. Anak-anak mulai tertawa saat ia menemukan gelang batu dimana beberapa batunya hilang, dan sebuah botol yang berisi parfum setengahnya.

Tetapi ia menyuruh murid-muridnya diam dan menyatakan bahwa gelang pemberian Teddy sangat indah, serta mengoleskan parfum di pergelangan tangannya.

Setelah sekolah usai, Teddy Stoddard tetap tinggal, menunggu cukup lama untuk mengatakan, “Ny. Thompson, hari ini bau wangi anda seperti ibu saya.”
 Setelah murid-muridnya pergi, Ny.Thompson menangis hampir selama satu jam. Hari berikutnya Ny.Thompson berhenti untuk mengajar membaca, menulis dan aritmatika. Sebagai gantinya ia mulai mengajar anak didiknya.

Ny. Thompson memberi perhatian khusus kepada Teddy. Selama bekerja dengannya, pikiran Teddy mulai hidup. Semakin ia mendorong Teddy, semakin cepat Teddy memberikan tanggapan.

Di akhir tahun, Teddy menjadi anak terpandai di kelas, akan tetapi Ny. Thompson jadi berbohong dengan mengatakan bahwa ia akan memperhatikan murid-muridnya secara adil, karena Teddy telah menjadi murid kesayangannya.

Satu tahun berlalu, Ny. Thompson menemukan sebuah surat dibawah pintu, dari Teddy, yang mengatakan bahwa ia adalah guru terbaik yang pernah dimiliki sepanjang hidupnya.

Enam tahun berlalu sebelum ia menerima surat yang lain dari Teddy. Ia menulis sudah menamatkan SMU, ranking tiga di kelas, dan Ny.Thompson tetap guru terbaik yang pernah dimiliki sepanjang hidupnya.

Empat tahun berikutnya, ia menerima surat yang lain, mengatakan bahwa saat orang memikirkan banyak hal, ia tetap tinggal di sekolah dan mempertahankannya, dan segera lulus dari akademi dengan penghargaan tertinggi. Dia meyakinkan Ny. Thompson, bahwa dia tetap guru yang disukai dan paling baik yang pernah dimiliki sepanjang hidupnya.

Kemudian empat tahun berlalu dan surat yang lain datang lagi.
Saat ini dia menjelaskan setelah menyelesaikan gelar sarjananya, dia memutuskan untuk melanjutkan sedikit lagi. Surat itu menjelaskan bahwa Ny. Thompson tetap guru yang disukai dan paling baik yang pernah dimiliki sepanjang hidupnya.Tetapi namanya telah sedikit lebih panjang surat ditandatangani oleh Theodore F. Stoddard, MD.

Kisahnya tidak berakhir disini. Masih ada surat lagi pada musin semi itu. Teddy berkata bahwa ia bertemu dengan seorang gadis dan merencanakan untuk menikah. Ia mengatakan bahwa ayahnya telah meninggal beberapa tahun yang lalu dan dia berharap Ny. Thompson bersedia duduk di kursi yang biasanya disediakan untuk ibu pengantin.Tentu saja Ny. Thompson bersedia.

Dan coba tebak apa berikutnya? Ny. Thompson mengenakan gelang batu dimana beberapa batunya telah hilang. Dan ia memastikan memakai parfum yang diingat Teddy dipakai ibunya pada Natal sebelumnya bersama-sama. Mereka berpelukan dan Dr. Stoddard berbisik di telinga Ny. Thompson, "Terima kasih Ny. Thompson, anda mempercayai saya. Terima kasih karena sudah membuat saya merasa begitu penting dan memperlihatkan bahwa saya dapat membuat perubahan."

Ny. Thompson dengan air mata berlinang, balik berbisik. Ia berkata, "Teddy, semua yang kamu katakana keliru. Kamu adalah orang yang telah mengajari bahwa aku dapat membuat perubahan. Aku sungguh-sungguh tidak tahu bagaimana caranya mengajar sampai bertemu denganmu."

Hangatkan hati seseorang hari ini .Tolong ingatlah bahwa kemana pun kamu pergi, apa pun yang kamu lakukan, kamu akan punya kesempatan untuk menyentuh
atau merubah diri seseorang.

Cobalah lakukan hal itu dengan cara yang positif. Teman adalah malaikat yang mengangkat kita ke atas kaki kita, saat sayap kita bermasalah untuk mengingat bagaimana caranya terbang.

Mendidik Anak Bangsa di Luar Negeri

Terhitung sejak tahun lalu, saya mendapatkan amanah untuk menjadi kepala sekolah di Sekolah Indonesia Riyadh (SIR), sekolah kedutaan di ...