Terhitung sejak
tahun lalu, saya mendapatkan amanah untuk menjadi kepala sekolah di Sekolah
Indonesia Riyadh (SIR), sekolah kedutaan di Kerajaan Saudi Arabia. Ini sebuah
tantangan baru bagi saya, setelah kurang lebih 7 tahun menjadi kepala sekolah
SMP di Jombang, Jawa Timur. Menjadi kepala sekolah Indonesia di luar negeri
mempunyai fungsi ganda, di samping menjamin anak-anak Indonesia yang tinggal di
luar negeri memperoleh pendidikan yang berkualitas sama dengan teman-temannya
di tanah air, pada saat yang sama juga mempunyai tugas membantu perwakilan
untuk mengenalkan budaya Indonesia pada masyarakat Saudi Arabia dan masyarakat
asing lainnya.
Berikut, saya ingin
berbagi pengalaman saya tentang bagaimana menjamin pendidikan berkualitas bagi
anak-anak bangsa di Riyadh. Banyak tantangan yang harus dihadapi demi
memberikan pendidikan yang baik: kondisi guru dan tenaga kependidikan,
keterbatasan sarana dan prasarana, dan
keterbatasan waktu belajar.
Guru-guru yang
mengajar di sekolah, sebagian merupakan guru rekrutan lokal atau direkrut oleh
perwakilan dan sebagian lagi guru-guru yang dikirim oleh Kemdikbud, yaitu
guru-guru hasil seleksi yang diadakan di Jakarta. Kondisi ini kadang
menimbulkan kesenjangan dari sisi kulaitas dalam memberikan pembelajaran.
Kondisi ini bisa mempengaruhi konsistensi model pembelajaran yang diterapkan di
kelas, yang kadang membuat bingung siswa dan akhirnya menuai protes dari
orangtua.
Latar belakang guru
yang beragam tentu menjadi masalah tersendiri karena kesuksesan pembelajaran
akan lebih terjamin apabila guru-guru di sekolah tersebut mempunyai pemahaman
yang sama tentang konsep pembelajaran, ada school-wide pedagogy. Oleh
sebab itu, selaku kepala sekolah saya harus mendorong terjadinya pengimbasan
komptensi pedagogik di antara guru. Tahun ini, kami merancang kegiatan kaji
pembelajaran (lesson study) untuk guru-guru kelas awal dan guru-guru
kelas tinggi untuk jenjang sekolah dasar. Dengan harapan akhirnya guru-guru
akan bisa memberikan kualitas pembelajaran yang sama kepada
anak-anak. Di samping itu, untuk meningkatkan kompetensi guru, bekerjasama dengan atase pendidikan KBRI Riyadh, kami juga
melaksanakan pelatihan-pelatihan guru dengan mendatangkan nara sumber dari Indonesia.
Tantangan kedua
untuk memberikan pendidikan berkualitas adalah terbatasnya sarana dan prasarana
sekolah. Jangan dibayangkan gedung sekolah Indonesia di Riyadh sama dengan
gedung-gedung sekolah di Indonesia pada umumnya: mempunyai ruang kelas standar,
ada ruang guru yang memadai, perpustakaan, ruang laboratorium, serta ruang
kepala sekolah yang memadai. Gedung yang kami tempati sekolah sebenarnya adalah
rumah yang disulap jadi gedung sekolah. Jadi, ruang belajar anak-anak adalah
kamar-kamar yang tidak terlalu luas, yang cukup berdesakan untuk ditempati
sekitar 15 siswa. Demikian juga dengan ruang-ruang lainnya, masih jauh dari
Standar Pelayanan Minimal (SPM). Namun demikian, kami tidak boleh menyerah,
kami tetap harus menjamin anak-anak bisa belajar dengan nyaman. Kami mendorong
anak-anak untuk membuat kelas mereka nyaman untuk belajar. Mereka berlomba
mendekorasi kelasnya masing-masing sehingga mereka merasa nyaman belajar di
dalamnya.
Satu lagi tantangan
yang berkaitan dengan sarana dan prasarana sekolah adalah aturan tentang gedung
yang layak untuk sekolah sesuai aturan pemerintah Saudi Arabia. Meskipun
Sekolah Indonesia Riyadh (SIR) adalah sekolah kedutaan, kami tetap harus
mengikuti aturan-aturan pemerintah setempat untuk aspek tertentu, seperti gedung
sekolah. Ini yang kadang cukup memusingkan. Aturan pemerintah Arab Saudi cukup ketat, misal jalan di depan dan samping sekolah lebarnya minimal harus 20 meter, lokasi parkir luasnya harus sekian meter persegi, semua alarm pemadam kebakaran harus berfungsi baik dan sebagainya. Semua memang untuk kenyamanan dan keamanan siswa, namun kadang sulit untuk bisa memenuhi semua kriterianya.
Tantangan
berikutnya yang kami hadapi di Sekolah Indonesia Riyadh (SIR) adalah
keterbatasan waktu belajar. Sesuai aturan pemerintah Saudi, sekolah di Riyadh
menerapkan 5 hari sekolah, hari Jumat dan Sabtu adalah hari libur. Di samping
itu, pembelajaran setiap harinya tidak boleh melebihi jam 2 siang. To make
it worse, sekolah juga harus mengalokasikan jam pelajaran untuk muatan
lokal bahasa Arab dan Geografi Arab. Jadi, jumlah jam pelajaran yang makin
banyak, harus diakomodasi dalam 5 hari belajar dan tidak boleh lebih dari jam 2
siang. Tentu ini sangat memusingkan, belum lagi dengan alokasi waktu untuk
kegiatan pembiasaan sebagaimana sekolah-sekolah di Indonesia.
Dengan kondisi seperti itu, maka alokasi waktu per jam pelajarannya untuk siswa
SMA hanya 35 menit, ini jauh di bawah
alokasi waktu seharusnya: 45 menit.
Keterbatasan waktu
belajar ini semakin diperparah dengan posisi sekolah yang juga harus berperan
sebagai agen budaya di negara akreditasi. Anak-anak harus sering tampil mengisi
acara-acara pengenalan budaya Indonesia kepada masyarakat Saudi dan juga
masyarakat asing. Kegiatan-kegiatan ini, tentu saja, akan menggerus kesempatan
anak-anak untuk tatap muka dengan gurunya. Untuk mengompensasi hal ini, kami
menggunakan fasilitas google classroom untuk untuk pembelajaran. Setiap
guru mata pelajaran saya dorong untuk membuat Whatsapp Group, sehingga
anak-anak masih tetap bisa bertanya dan berdiskusi tentang materi pelajaran
yang telah dipelajari dengan guru dan teman-teman lainnya walaupun mereka sudah
tidak berada pada tempat yang sama. Ada pengalaman, beberapa bulan yang lalu,
ketika saat Penilaian Akhir Tahun (PAT), sebagian siswa pada saat sama harus
mengisi kegiatan budaya di luar kota, yang jaraknya sekitar 4 jam perjalanan
dengan mobil selama 4 hari. Tapi, karena ulangan yang kita lakukan sudah
menggunakan sistim online, maka anak-anak masih tetap bisa mengikuti
ulangan pada saat bersamaan dengan teman-teman mereka di sekolah, karena mereka
hanya tampil dalam kegiatan itu waktu malam.
Demikian tantangan
memberikan pendidikan berkualitas bagi anak bangsa di luar negeri. Pada
kesempatan lain, insyaalloh saya akan berbagi pengalaman tentang serunya
memimpin sekolah yang mempunyai tugas mengenalkan dan melestarikan budaya
Indonesia di luar negeri.