Saturday, August 6, 2011

Mengejar Gus Ipul


Selasa malam, ramadhan kedua, sekitar jam 10 telpon selulerku berdering. Dengan agak sedikit dongkol karena barusan ketiduran karena capek seharian melakukan seabreg aktifitas, aku angkat panggilan itu.
 “Mas, Gus Ipul akan datang ke masjid kita hari Sabtu. Kita siap nggak?” suara pak Kepala Dusun dari ujung telpon, “Aku baru saja ditelpon Pak Lurah, kalau kita siap, beliau akan dihadirkan di masjid kita, kalau tidak siap ya akan dialihkan ke masjid lain,” sambung pak Kepala Dusun. Tanpa berpikir panjang aku jawab, “Ya, kita siap.” 

Kapan lagi dusunku akan dikunjungi pejabat. Saya rasa ini kesempatan langka. Dan saya yakin kedatangan pejabat sedikit banyak akan membawa berkah bagi dusun kami. Malam itu aku tidak bisa tidur. Aku mulai merancang apa yang harus aku lakukan sebagai ketua ta’mir untuk menyiapkan penyambutan kadatangan wakil gubernur kita itu. Aku ini mungkin tipe orang dominan otak kiri, walau tadi ketika menjawab telpon aku jadi sedikit kanan, sehingga aku harus menyusun rancangan secara detil: besok pagi aku hubungi semua pengurus ta’mir, mendiskusikan lewat telpon tentang persiapan, malam hari setelah taraweh ketemu ketua Ansor yang menjadi sponsor acara, sepulang dari menemui ketua Ansor, sekitar jam 10 malam, bertemu dengan pengurus ta’mir dan beberapa tokoh masyarakat. Karena ini sudah H-4 dari jadwal kedatangan.

Alhamdulillah semua planning berjalan baik. Dari Ansor dapat dukungan dana untuk sewa tenda dan takjil buka puasa. Tokoh masyarakat sangat antusias mendukung acara itu. Ibu-ibu dengan semangat merancang menu buka puasa untuk para tamu, yang diperkirakan sampai 500 orang. Bapak-bapak merancang di mana harus dibuat tempat wudlu darurat supaya orang tidak berjubel ketika ambil air wudlu untuk jamaah ashar bersama sang wagub yang juga ketua PBNU itu. Anak-anak muda remaja masjid sibuk merancang lokasi untuk parkir kendaraan tamu dan rombongan Gus Ipul, sekaligus membagi personil siapa harus bertugas di mana. Seksi perlengkapan sibuk menelpon pesan tenda dan sound system. Sekretaris ta’mir di depan laptopnya membuat undangan untuk diumumkan di masjid-masjid sekitar, juga pemberitahuan ke sekolah-sekolah di desa kami untuk mempersiapkan murid-muridnya untuk menyambut kedatangan sang tamu. Jadilah serambi masjid malam itu seperti pasar malam, ramai. Kami begadang sampai jam 12 malam. Tak terasa sudah masuk hari Kamis, H-3 acara.

Kamis malam kami berkumpul lagi untuk checking kesiapan. Semua berjalan dengan baik. Tenda dan soundsystem sudah terpesan dan siap dipasang Jum’at jam 2 siang. Seksi konsumsi akhirnya menyerah, tidak sanggup kalau harus masak sendiri, dan akhirnya pesan di katering saja. Sekretaris sudah membawa segepok undangan yang akan dibagikan besok. Dus, 90 persen kami sudah siap menyambut kedatangan Gus Ipul.
Lega rasanya ketika persiapan lancar dan beres. Walau itu dicapai lewat kerja keras dan harus pontang panting. Walau malam itu rapat jam 10 sudah selesai, namun teman-teman belum mau pulang. Mereka sibuk membicarakan apa yang terjadi. “Kita seperti dapat lailatul Qadar saja, kedatangan Gus Ipul dalam waktu yang sangat mendadak dan tanpa disangka-sangka. Mudah-mudahan membawa berkah.”, ujar salah satu teman pengurus ta’mir. Dan setelah itu masing-masing sibuk mengutarakan skenarionya apa yang akan dilakukan ketika bertemu pak wagub dua hari lagi. Sekretaris ta’mir menyodorkan proposal untuk saya baca dan tanda-tangani: minta bantuan untuk meneruskan membangun teras belakang masjid yang belum selesai dan persiapan gedung untuk TPQ, “Siapa tahu direspon sama Gus-nya, Mas,” katanya sambil nyengir. Ya..ya...ya...., semua teman yang lain mengamini. Lagi, jam 12 malam kami baru pulang dari masjid.

Besoknya, Jumat, H-1 acara, sehabis jamaah Jumat, kami tidak langsung pulang. Kami bersiap untuk mulai kerja bakti menyiapkan tempat. Sebentar lagi terop dan sound system akan datang. Tapi tiba-tiba telpon selulerku berdering. “Harap cepat ke Hotel Fatma untuk ketemu Gus Ipul.”. Wah ini pasti mau merundingkan skenario besok, pikirku. Karena harus bersiap-siap dan menghubungi beberapa teman lain kami baru bisa berangkat ke hotel satu jam kemudian. Di tengah perjalanan teleponku berdering lagi tanda ada pesan masuk. Karena aku harus nyetir mobil, sms dibuka oleh pak kepala dusun yang duduk di sebelahku. Haahhhhh!!!!!!!. Dia berteriak yang mengakibatkan seisi mobil kaget. Gus Ipul gak jadi datang, begitu isi sms.
Seperti gak percaya, semua saling berpandangan. Lho...koq bisa???. Ada apa????? Mobil aku tepikan. Seperti kesambar petir rasanya. Kupandangi wajah teman-temanku yang kecewa. “Oke, kita ke hotel saja. Supaya kita tahu apa penyebab kegagalan acara ini,” kataku. Lima menit kemudian kami nyampai di hotel. Kulihat lobi hotel sudah sepi. Gus Ipul pasti sudah tidak ada di sini. Seorang anak muda, sambil menelpon lewat ponselnya, mempersilahkan kami duduk. “Lima menit lalu rombongan Bapak berangkat. Bapak-Bapak ditunggu lama di sini tadi,” ujar anak muda itu, yang ternyata bendahara Ansor cabang. Dari dia kami tahu bahwa pada saat yang sama dengan acara di masjidku besok, ternyata Gus Ipul harus mewakili pak Gubernur menghadiri acara di Kediri. “Jadi, acara di masjid kami nggak mungkin di atur ya, Mas?” tanyaku, “dengan sangat menyesal, Bapak. Kayaknya nggak bisa.”

Berakhir sudah semua rencana. Seksi perlengkapan menelpon pemilik terop dan soundsystem untuk membatalkan. Ternyata mereka sudah ada di perjalanan dan dipaksa balik kanan dan pulang. Seksi konsumsi membetalkan pesanan konsumsi di katering dan harus mengikhlaskan uang panjar yang sudah diberikan. Beberapa teman kelihatan tertunduk diam. Beberapa yang lain mengucapkan sumpah serapah kekecewaan. “Ini bulan puasa, puasa itu melatih kesabaran.... barangkali ini ujian dari Alloh untuk kita semua, kalau kita lulus insyaalloh kita akan beroleh berkah yang lebih besar lagi,” kataku menghibur.


Dalam perjalanan pulang dari hotel, telponku berdering lagi, tanda ada pesan masuk. Seperti tadi, pak kepala dusun yang membuka sms itu. Ternyata dari ketua Ansor cabang, “Besok silahkan datang ke masjid agung, Gus Ipul akan datang membuka kegiatan pondok romadhon anak SMA dan Aliyah, acara di masjid Bapak, insyaalloh akan diagendakan di lain waktu.” Lagi, kami saling berpandangan. “Kita masih bersemangat mengejar Gus Ipul?” tanyaku pada teman-teman. Mereka saling berpandangan, dan secara hampir bersamaan, menjawab, “Kenapa tidak???”.



Tuesday, August 2, 2011

Catatan Ramadhan 1


Mengawali ramadhan kali ini, sehabis sahur pertama, seperti kebiasaan, aku meng-sms teman-temanku untuk sekedar mengucapkan selamat berpuasa dan meminta maaf atas segala khilaf yang pernah aku perbuat kepada mereka. Karena dikisahkan, malaikat Jibril berdo’a, “Ya Alloh, tolong abaikan puasa ummat Muhammad, jika sebelum memasuki bulan ramadhan, dirinya belum: memohon maaf kepada orangtuanya, bermaafan antara suami-isteri, dan bermaafan dengan orang-orang di sekitarnya/ teman, saudara, juga kerabatnya.” Terhadap do’a itu rosululloh SAW mengamininya sebanyak tiga kali.

Beberapa teman menjawab sms itu, dengan juga meminta maaf dan berdoa mudah-mudahan ramadhan kali ini menjadi bulan yang penuh berkah; beberapa teman yang lain mengabaikan. Salah satu teman yang me-reply sms-ku adalah teman satu kos-kosan ketika kami kuliah di Australia dulu. Jawabanya begini, “Salam dari Jepang. Saya juga meminta maaf. Salam untuk keluarga”. Temanku itu tampaknya sekarang sedang berada di negeri sakura untuk mengikuti program bagi young researcher. Dia Ph.D di bidang klimatologi dan sekarang mengajar di IPB.

Ketika kusampaikan salam temanku itu kepada isteri dan anak-anakku, dan kuceritakan kalau sekarang dia berada di Jepang, anak bungsuku, seperti tanpa berfikir saja, berkomentar, “Ayah ngiri ya?”. Degg... aku kaget dengan reaksinya. Walaupun dalam hati aku ingin bilang iya, tapi yang keluar dari bibirku adalah, “tidak...tidak..., aku hanya ingin kamu nanti harus bisa seperti dia...melanglang buana mencari ilmu, sampai di negeri orang.”

Iri? Apakah aku iri dengan keberhasilan temanku ini? Satu lagi pelajaran yang aku peroleh dari anakku, bahwa kita harus pandai mensyukuri apa yang Alloh telah berikan kepada kita. Kita sering tidak menyadari bahwa Alloh telah memberi sangat banyak kepada kita. Kita masih mengharap-harapkan sesuatu yang bukan menjadi hak kita. Neighbour’s grass is greener than ours. Pelajaran pertama yang aku peroleh di ramadhan kali ini, pagi-pagi sekali sehabis sahur, adalah aku diingatkan oleh anakku yang masih kelas 4 MI untuk lebih banyak bersyukur atas apa yang telah dianugerahkan Alloh kepadaku. Lain syakartum laaziidannakum walain kafartum inna ‘adzaabi lasyadiid. Semoga ramadhan kali ini lebih menempa aku untuk bisa menjadi orang yang pandai bersyukur, sehingga makin lapang dadaku, dan makin tenteram hidupku. Amiin.

Sunday, January 2, 2011

Kepemimpinan Menuju Sekolah Efektif


Abdulloh Syifa', M. Ed.


Pendahuluan

Kepemimpinan sekolah yang efektif sangat penting bagi tewujudnya sekolah yang efektif. Efektifitas suatu sekolah dapat dilihat dari banyaknya siswa yang memiliki prestasi, baik prestasi akademik maupun non-akademik, serta lulusannya relevan dengan tujuan pendidikan nasional. Karena seperti dikatakan Komariah dan Triatna (2008:8), bahwa melalui prestasi siswa sebenarnya dapat ditelusuri manajemen sekolahnya, profil gurunya, sumber belajar, dan lingkungannya. Dengan kata lain, sekolah bisa dikatakan efektif bila sekolah itu dikelola secara baik, gurunya profesional, sumber belajarnya tersedia, dan lingkungannya kondusif untuk pembelajaran. Dan itu semua bisa terwujud bila ada kepemimpinan yang efektif di sekolah tersebut.

Tugas kepemimpinan di sekolah saat ini jauh lebih berat bila dibandingkan dengan masa-masa yang lalu. Tantangan yang dihadapi sekolah juga jauh lebih kompleks dan beragam. Perubahan yang cepat di masyarakat dalam segala segi memerlukan respon yang cepat dan tepat dari sekolah, kalau sekolah tidak ingin teralienasi dari masyarakat penggunanya. Kurikulum sekolah yang selalu berubah, manajemen sekolah yang baru, passing grade Ujian Nasional yang terus meningkat, membuat pekerjaan memimpin sekolah semakin berat. Bahkan karena terlalu beratnya tekanan yang dihadapi pemimpin sekolah saat ini banyak dari mereka yang terpaksa berguguran di tengah jalan. Mereka memilih mundur dari jabatan sekolah.

Mencermati tantangan-tantangan di atas, maka visi saya apabila menjadi kepala sekolah adalah: terwujudnya kepemimpinan bersama di sekolah untuk mewujudkan pembelajaran yang berkualitas bagi siswa. Hal tersebut akan direalisasikan melalui misi: mengembangkan visi bersama, memberdayaan komunitas sekolah, membagi kepemimpinan di sekolah, mengembangkan masayarakat belajar yang profesional, dan making a difference, yakni membuat sekolah berbeda dari sekolah yang lain dengan memunculkan salah satu keunggulannya.

Makalah ini selanjutnya akan membahas secara berturut-turut tentang: pengertian kepemimpinan bersama di sekolah, bagaimana mengembangkan visi bersama, hal-hal apa saja yang dapat dilakukan untuk memberdayakan warga sekolah, bagaimana seharusnya kepemimpinan di sekolah dilaksanakan, dan bagaimana memunculkan keunggulan untuk membuat sekolah tidak lagi dipandang sebelah mata. Kalau hal-hal yang disebutkan tadi dapat dilakukan, saya berkeyakinan, kepemimpinan sekolah yang efektif akan terwujud dan akhirnya prestasi akademik dan non-akademik peserta didik akan meningkat.

Kepemimpinan Bersama di Sekolah

“Within every school there is a sleeping giant of teacher leadership, which can be a strong catalyst forr making change.”

(Marilyn Katzenmeyer & Gayle Moller)

Tantangan-tantangan yang berat yang dihadapi sekolah sekarang ini tidak lagi relevan kalau hanya dibebankan ke pundak seorang kepala sekolah. Dalam situasi seperti ini guru bisa mengambil perannya sebagai pemimpin dan dilibatkan dalam pengambilan keputusan tentang agenda-agenda penting sekolah. Seperti dikatakan Newman dan Simmons dalam jurnal Phi Delta Kappan No. 82 tahun 2000, bahwa pendidikan berkualitas bagi siswa akan bisa diberikan bila ada pembagian tanggung jawab kepemimpinan di sekolah. Dengan kata lain, kepemimpinan di sekolah bukan hanya monopoli kepala sekolah. Dengan melibatkan guru dalam pengambilan keputusan tentang agenda-agenda penting sekolah, akan memberikan efek psikologis yang positif bagi guru. Mereka akan merasa mempunyai posisi yang sama dengan staf sekolah yang lain dan akhirnya mempunyai tanggung jawab yang sama pula dalam menyukseskan agenda-agenda penting sekolah. Ini sebenarnya adalah harapan yang bisa kita tangkap dari diterbitkannya Permindiknas No. 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh satuan pendidikan Dasar dan Menengah.

Marilyn Katzenmeyer dan Gayle Moller seperti dikutip Crowther, Kagan & Hann (2002:3) mengungkapkan bahwa di tiap sekolah ada raksasa yang tertidur (sleeping giant), yaitu kepemimpinan oleh guru. Dengan memanfaatkan energi dari guru sebagai pemimpin (teacher leader) sebagai agen pembaharu di sekolah, perbaikan mutu di sekolah akan lebih bisa diwujudkan. Di sini, kepala sekolah harus bisa mendorong munculnya kepemimpinan guru apabila program-program sekolah ingin berjalan lancar. Raksasa yang tertidur itu harus dibangunkan.

Namun, tidak selalu mudah untuk bisa melibatkan guru dalam proses-proses penting yang terjadi di sekolah. Guru akan mudah dilibatkan proses-proses penting tersebut apabila dia merasa memiliki visi yang dimiliki sekolah. Dengan demikian, apabila kepala sekolah menginginkan semua guru dan komponen sekolah mau terlibat dalam proses-proses penting di sekolah, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengembangkan visi bersama sekolah.

Mengembangkan Visi Bersama

Hold fast to dreams

For if dreams die

Life is a broken-winged bird

That cannot fly

Hold fast to dreams

For if drems go

Life is a barren field

Frozen with snow

Langston Hughes (1902-1967)

Memiliki sebuah visi adalah ciri utama yang harus melekat pada seorang pemimpin. Visi ini akan menjadi panduan ke mana organisasi sekolah akan berjalan untuk mencapai tujuannya. Yaitu memberi pelayanan terbaik kepada konsumennya. Sebagaian besar pencapaian gemilang sebuah organisasi adalah karena kekuatan visi yang dimiliki pemimpinnya. Beraneka ragam model motor dan mobil Suzuki yang beredar saat ini adalah perwujudan dari visi inovasi tiada henti yang dimiliki perusahaan otomotif itu. Kita selalu bisa menikmati rubrik-rubrik baru di koran nasional Jawa Pos karena visi yang didengungkan perusahaan itu adalah: selalu ada yang baru. Jadi, hal pertama yang harus dilakukan pemimpin sekolah adalah menentukan visi sekolah. Karena seperti dikatakan de Vries dalam bukunya The Leadership Mystique, bahwa tidak akan ada kepemimpinan tanpa adanya visi.

Di dalam menentukan visi, harus mempertimbangkan nilai-nilai di masyarakat, trend di lingkungan sekolah dan global, juga kebijakan nasional dalam bidang pendidikan. Dengan kata lain, kita harus mempertimbangkan realitas yang ada dalam menentukan visi sekolah. Visi yang dikembangkan tanpa mempertimbangkan realitas, hanya akan menimbulkan sinisme belaka (Senge, 1990).

Namun, visi ini tidak cukup bila hanya dimiliki oleh kepala sekolah. Visi ini harus dimiliki oleh seluruh komponen sekolah bila kita ingin visi itu menjadi kenyataan. Dengan demikian, tugas berikutnya dari seorang kepala sekolah adalah menjamin visi itu dimiliki oleh seluruh warga sekolah. Jika hal itu bisa direalisasikan, semua warga sekolah memiliki visi yang sama, akhirnya akan bisa memfokuskan dan mengintegrasikan usaha sekolah untuk memberi layanan yang berkualitas pada konsumennya. Gill (2006) berpendapat bahwa visi bersama akan membantu mengintegrasikan usaha sebuah organisasi dalam mencapai misinya. Diperlukan kemampuan kepala sekolah untuk mendesiminasikan visi kepada seluruh warga sekolah. Ini adalah skill yang mutlak dimiliki oleh seorang kepala sekolah. Pondi (seperti dikutip Smyth, 1989) mengatakan:

Kekuatan sebenarnya dari Martin Luther King bukan hanya karena dia punya visi

yang kuat, tetapi dia juga mendeskripsikannya dengan baik, yang akhirnya visi itu

menjadi milik umum dan bisa diakses jutaan orang. Dua kapasitas ini... membuat

sesuatu masuk akal dan mengungkapkannya dalam bahasa yang mudah dicerna

masyarakat, membuat orang itu mempunyai pengaruh yang besar (hal. 181)

Ketika visi itu telah menjadi milik bersama, kita bisa mengetahui kesenjangan antara cita-cita dan realitas yang ada. Kesenjangan ini, pada gilirannya, akan memberi energi kepada seluruh komponen sekolah untuk berusaha keras mencapai tujuan yang telah ditetapkan atau memberi layanan yang terbaik kepada konsumennya, dalam hal ini: murid, wali murid, masyarakat sekitar sekolah, dan Dinas Pendidikan selaku stake holder sekolah.

Dengan menerapkan prinsip ini, mengembangkan visi bersama, saya memandang diri saya sebagai pemimpin kharismatis- transformasional yang berusaha mengenalkan dan menginduksikan visi kepada seluruh warga sekolah. Dengan adanya visi bersama ini, segala potensi yang ada disekolah bisa dimanfaatkan untuk memberi layanan yang terbaik pada siswa dan akhirnya meningkatkan mutu keluaran sekolah.

Memberdayakan Komunitas Sekolah

“But can dreams really come true? Or do they remain dreams even if men enact them in waking life?”

(On de Gaule. Observer, 27 September 1959)

Setelah berhasil mendesiminasikan visi sekolah kepada seluruh komponen sekolah, hal berikut yang harus dilakukan oleh seorang kepala sekolah adalah memberdayakan seluruh komponen sekolah. Hal ini menjadi penting karena sebaik apa pun visi yang dimiliki sekolah jika tidak ada pelaksanaan atau aktualisasinya, visi itu akan hanya menjadi mimpi di siang bolong. Karena itu, begitu visi sudah terdesiminasikan, tugas berikut dari kepala sekolah adalah menjamin visi tiu menjadi kenyataan. Di sini, kemampuan memberdayakan seluruh komponen sekolah sangat diperlukan. Seorang kepala sekolah harus melibatkan seluruh komponen sekolah bila ingin mimpi-mimpinya menjadi kenyataan, dengan kata lain kepala sekolah memberdayakan seluruh komponen sekolah karena bila tidak ada pemberdayaan seluruh komponen sekolah visi itu akan hanya menjadi sekedar mimpi yang tanpa kenyataan (de Vries 1995). Pemberdayaan ini diaktualisasikan dengan memberikan pengetahuan, keterampilan, kewenangan, kebebasan, sumberdaya, dan kesempatan kepada seluruh komponen sekolah untuk mewujudkan potensi yang dimiliknya (Gill, 2006) dan ini memerlukan sense of generativity, yaitu kemauan kepala sekolah untuk membantu anak buahnya untuk berkembang dan maju (de Vries, 1995). Dalam pengertian ini, seorang pemimpin harusnya lebih pull on bukanya push on, yakni pemimpin itu seharusnya menarik minat bawahannya untuk bekerja keras dengan cara menginduksikan visi yang menarik dan menantang lantas memotivasinya untuk mencapainya, bukannya menjadikan reward and punishment sebagai dasar pemberdayaan bawahannya.

Membagi Kepemimpinan di Sekolah

“ A leader has to let people bear the weight of responsibility”

Jan Carlzon (CEO of Scandinavian Airlines)

Dalam kondisi sekolah yang penuh tantangan baik internal maupun eksternal, meletakkan tanggungjawab untuk mengatasinya kepada seorang kepala sekolah bukan hanya naif dan tidak masuk akal tapi juga berbahaya (Gill 2006). Guru sudah saatnya menampilkan peran kepemimpinannya dan terlibat penuh pada agenda-agenda penting sekolah. Seperti dikatakan Crowther (2002) tantangan yang dihadapi sekolah masa post industial memerlukan kemampuan guru dalam memimpin. Dan, pendistribusian tanggungjawab kepemimpinan di sekolah akan menjamin layanan pendidikan yang berkualitas bagi siswa (Neuman & Simmons 2000).

Konsep guru sebagai pemimpin ini akan berjalan dengan baik jika guru mampu mengembangkan kepimimpinan kolaboratif dengan koleganya (Danielson 2006) serta mengembangkan rasa saling percaya (trust), hubungan yang baik, dan rasa percaya diri (confidence) (Miles, Saxl, dan Lieberman seperti dikutip Lieberman & Miller 2005).

Dalam konsep ini, kepala sekolah diharapkan untuk bisa membangun rasa saling percaya di antara anak buah buahnya. Hal ini bisa dilakukan dengan cara membiasakan anak buahnya untuk bekerja dalam tim dan menjamin semua suara dari bawah di dengar. “Tidak ada ide yang jelek.” adalah jargon yang selalu didengungkan dalam setiap pertemuan, dengan demikian tidak ada rasa ketakutan bagi siapa saja di sekolah untuk mengungkapkan idenya. Hal ini pada gilirannya akan akan memunculkan mutiara-mutiara terpendam yang sebelumnya tidak pernah tergali dan memberi rasa percaya diri pada anak buah. Rasa percaya diri ini adalah faktor yang sangat penting bagi warga sekolah untuk mengaktualisasikan peran kepemimpinannya.

Membudayakan Masayarakat Belajar Profesional

“If you stop growing today, you stop teching tomorrow” (Kresnayana Yahya)

Jika kita ingin meningkatkan pencapaian atau prestasi siswa, maka guru dan komponen sekolah yanhg bekerja membantu siswa harus selalu belajar dan mengembangkan kapasitasnya. Keberadaan masyarakat belajar profesial, semacam Musyawarah Guru Mata Pelajaran di Sekolah (MGMPS), di sekolah akan menjamin budaya belajar terus-menerus di antara warga sekolah (Neuman & Simmons, 2000). Itulah mengapa keberadaan masayarakat belajar profesional di sekolah sangatlah penting jika fokus sekolah meningkatkan prestasi siswa. Di sekolah yang masyarakat belajarnya berjalan dengan baik, guru akan bekerja bersama secara lebih efektif dan lebih punya kepedulian kepada belajar siswanya (Kruse, Louis, Bryk 1994). Dan seperti dikatakan Herrity dan Morales (2005) bahwa untuk meningkatkan keberhasilan siswa dan mencapai tujuan sekolah, pemberdayaan seluruh komponen sekolah, termasuk di dalamnya staf/karyawan, guru, orang tua, dan juga siswa sangat penting. Masyarakat belajar adalah salah satu wahana untuk mewujudkannya.

Dalam konsep ini, kepala sekolah hendaknya mendorong terbentuknya masyarakat belajar di sekolah, yang bukan hanya terbatas pada guru-guru tetapi juga komponen sekolah lainnya. Hal ini bisa diperkuat dengan pemberian fasilitas-fasilitas yang diperlukan, akses komunikasi yang mudah, dan yang lebih penting adalah kesempatan untuk mewujudkannya.

Masyarakat belajar profesional ini akan bisa berjalan apabila kepemimpinan di sekolah mendukung, yakni memberi ruang bagi guru untuk mengambil resiko mencobakan ide-ide barunya sebagai hasil diskusi dalam masyarakat belajar yang diikutinya. Dengan kata lain, masyarakat belajar profesional ini akan berjalan bila kepemimpinan di sekolah itu terbagi dan pembuatan keputusan bukan monopoli kerpala sekolah.

Dengan memberi peluang kepada warga sekolah untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan pada giliranya juga akan bisa meningkatkan produktifitas sekolah. Inovasi- inovasi baru akan muncul karena mereka tidak harus lagi menunggu instruksi dari kepala sekolah untuk mengaktualisasikan ide-idenya

Membuat Perbedaan (Making a difference)

“Gunung tidak perlu tinggi yang penting ada dewanya, sungai tidak perlu dalam yang penting ada naganya” (Mochtar Riady)

Hal lain yang penting dilakukan oleh seorang kepala sekolah adalah making a difference, yaitu memunculkan sesuatu yang khas dari sekolahnya untuk dijadikan sebagai ikon sekolah. Sehingga sekolah tidak hanya menjadi lembaga yang didengar oleh masyarakat tetapi juga menjadi lembaga yang diakui bahkan dicari keberadaannya. Hal ini tentu saja perlu kerja keras bahkan mungkin lompatan besar untuk bisa memunculkan ikon tersebut. Sehingga sekolah yang dulu dikelola dengan apa adanya sekarang bisa menjadi sekolah yang ada apanya, sehingga banyak masyarakat yang mencarinya.

Membuat sesuatu yang berbeda tentang sekolah bisa dilakukan melalui analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang dimiliki sekolah (analisis SWOT). Dari hasil analisis itu bisa ditentukan program sekolah yang bisa menjadi unggulan sekolah, yang akhirnya sekolah akan dilirik oleh masyarakat sekitarnya.

Jadi setelah visi bersama dimiliki, seluruh komunitas sekolah diberdayakan, kepemimpinan sekolah terdistribusikan, dan masyarakat belajar profesional dibudayakan, kini saatnya untuk memnfaatkan secara maksimal potensi yang dipunyai sekolah. Kepala sekolah dan seluruh komponen sekolah mengenalisis kekuatan dan kelemahan lembaganya: sumberdaya manusianya, sumberdaya kapitalnya, demikian juga sumberdaya masyarakatnya. Setelah itu kepala sekolah dan komponen sekolah lainnya perlu juga mencermati peluang dan tantangan yang dimiliki sekolah. Termasuk di dalamnya mencermati kompetitor yang ada di sekitarnya. Karena seperti dikatakan de Vries (1995) selalu waspada terhadap kompetitor yang ada di sekitar kita adalah salah satu strategi yang jitu untuk selalu fokus berusaha meningkatkan mutu pelayanan kepada stake holder dan mempertahankan keunggulan kompetitif kita.

Dalam konsep di atas, kepala sekolah adalah pemimpin strategis (strategic leader) yang ingin mengembangkan dan meningkatkan mutu dan prestasi sekolah dengan cara memanfaatkan informasi dan sumberdaya yang ada di dalam atau di luar lembaga sekolah.

Tabel berikut ini akan menyimpulkan kepemimpinan yang akan saya lakukan bila saya menjadi kepala sekolah yang merupakan realisasi dari visi saya, yaitu: terwujudnya kepemimpinan bersama di sekolah untuk mewujudkan pembelajaran yang berkualitas bagi siswa.

Tabel 1. My Personal Leadership Framework

terwujudnya kepemimpinan bersama di sekolah untuk mewujudkan pembelajaran yang berkualitas bagi siswa.

Membangun visi bersama

  • Mempertimbangkan trend di masyarakat
  • Mempertimbangkan nilai-nilai dan kepercayaan di masyarakat
  • Berbagi nilai-nilai dan kepercayaan
  • Mendiseminasikan visi

Pemberdayaan komunitas sekolah

  • Melibatkan seluruh komponen sekolah
  • Memberikan pengetahuan dan keterampilan
  • Memberikan wewenang dan kebebasan
  • Memberikan kesempatan dan sumberdaya
  • Memberikan motivasi

Membagi Kepemimpinan di sekolah

  • Melibatkan guru dalam pengambilan keputusan
  • Mendistribusikan tanggungjawab
  • Mengembangkan rasa saling percaya
  • Memupuk rasa percaya diri

Membuadayakan masyarakat belajar

  • Mendorong terbentuknya masyarakat belajar
  • Memberikan fasilitas-fasilitas
  • Memberikan kemudahan akses informasi
  • Memberi peluang munculnya ide-ide baru

Membuat Perbedaan

  • Mencermati kekuatan dan kelemahan
  • Mencermati peluang dan tantangan
  • Menetapkan prioritas
  • Merencanakan program unggulan

Penutup

Mendiskusikan kepemimpinan untuk menuju sekolah yang efektif telah membawa kita dalam perjalanan memahami bukan hanya orang-orang yang ada di sekolah tetapi juga memahami proses-proses yang terjadi di sana. Walaupun tidak ada satu jenis kepemimpinan yang cocok untuk seluruh sekolah, namun kita bisa melihat bahwa apabila yang menjadi fokus adalah peningkatan kualitas dan prestasi siswa maka kepemimpinan yang melibatkan semua komponen sekolah lebih berpeluang untuk berhasil. Karena jenis kepemimpinan ini akan menjamin terkembangkannya visi bersama, terberdayakannya komunitas sekolah, terdistribusikanya kepemimpinan di sekolah, terbentuknya masyarakat belajar profesiaonal, terciptanya ikon keunggulan sekolah. Semua itu adalah faktor-faktor penting terwujudnya sekolah yang efektif, yang berkualkitas mutu lulusannya. Sesuatu yang enak didiskusikan tapi perlu kemauan yang keras untuk menerapkannya.

Daftar Pustaka

Crowther, F, Kagaan, SS, Ferguson, M & Hann, Developing teacher leaders: How teacher

enhances school success, Corwin Press, Inc. California.

Danielson, C, 2006, Teacher leadership that strengthens professional practice, Association for

Supervision and Curriculum Development, Virginia.

De Vries, K 1995, ‘The Leadership Mystique’. Leading and Managing, 1, 193-210

Gill, R 2006, Theory and practice of leadership, Sage Publication, London

Herrity ,VA & Morales, P 2004, Creating meaningful opportunities for collaboration. Sage

Publication, Inc. California.

Komariah, A & Triatna, C, 2008, Visionary leadership: Menuju sekolah efektif, Bumi Aksara,

Jakarta.

Kruse, S., Louis, KS & Bryk, A 1994, ‘Building professional community in schools’. Issue

Report. Published

Lieberman, A & Miller, L 2005, ‘Teachers as leaders’. The Educational Forum, 69, 151-162.

Neuman, M & Simmons, W 2000, ‘ Leadership for student learning’. Phi Delta Kappan, 82,

9-12

Permendiknas No. 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan Oleh Satuan

pendidikan Dasar dan Menengah.

Senge, PM 1990, ‘The leaders’ new work: Building learning organization’. Sloan

Management Review, 7 – 23.

Smyth, J 1989 ‘A’pedagogical’ and ‘educative’ view of leadership’. In J. Smyth (Ed) Critical

perspectives on educational leadership. The falmer Press. London.

Mendidik Anak Bangsa di Luar Negeri

Terhitung sejak tahun lalu, saya mendapatkan amanah untuk menjadi kepala sekolah di Sekolah Indonesia Riyadh (SIR), sekolah kedutaan di ...